Asal Usul Festival Qi Xi (Hari Valentine Tionghoa)





Festival Qi Xi (Qi Xi Jie [七夕节]) atau disebut juga dengan Festival Qi Qiao (Qi Qiao Jie [乞巧节]) merupakan salah satu Festival penting  dalam budaya Tionghoa terutama bagi para gadis-gadis muda. Festival Qi Xi memiliki sebuah cerita asal usul yang Romantis sehingga Festival Qi Xi ini sering dianggap sebagai Hari Valentine Tionghoa. Pada Malam Festival Qi Xi yaitu tepatnya bulan 7 tanggal 7 dalam penanggalan Imlek, gadis-gadis muda melakukan permohonan dan doa agar dapat meningkatkan keterampilan seni mereka dan juga memohon supaya mendapatkan suami yang setia dan baik serta mencintainya.

Asal Usul Festival Qi Xi berasal dari sebuah cerita Rakyat yang sangat Romantis mengenai Niu Lang [牛郎] dan Zhi Nu [织女] yaitu si Gembala Sapi dan Gadis Penenun. Cerita Niu Lang dan Zhi Nu ini juga merupakan salah satu dari 4 cerita Percintaaan Romantis China.

Cerita Niu Lang (Si Gembala Sapi) dan Zhi Nu (Gadis Penenun)

Pada Zaman Dinasti Zhou, di Desa Niu Jia [牛家] kota Nan Yang [南阳] terdapat seorang Pemuda yang rajin dan jujur. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia sehingga Pemuda tersebut tinggal bersama Kakaknya. Istri Kakaknya sangat kejam dan selalu memaksa pemuda tersebut melakukan semua pekerjaannya. Pemuda tersebut kemudian dikenal dengan nama Niu Lang yaitu Pemuda  Gembala Sapi.
Pada Suatu Musim Gugur, Istri kakaknya menyuruh Niu Lang menggembala 9 ekor sapi, tetapi pulang harus membawa 10 ekor sapi. Kalau tidak, Niu Lang tidak diperbolehkan pulang ke rumah. Dengan sangat terpaksa, Niu Lang menuruti perintah Istrik Kakaknya.
Niu Lang menggembala kesembilan ekor sapi tersebut ke dalam gunung yang penuh dengan rumput untuk makanan sapi. Niu Lang kemudian duduk dibawah pohon dengan sedih dan memikirkan cara bagaimana dapat membawa pulang 10 ekor sapi. Tiba-tiba seorang Pria Tua yang berambut putih berdiri di depannya dan menanyakan kepada Niu Lang mengapa tampak sedih. Setelah mengetahui penyebab kesedihan Niu Lang, Pria Tua tersebut kemudian senyum dan menasehatinya untuk pergi ke Gunung Fu Niu [伏牛山],  disana terdapat seekor Sapi yang sakit dan jika dirawat dengan baik hingga sembuh, sapi tersebut dapat dibawa pulang ke rumahnya.
Niu Lang kemudian menuruti nasehat Pria Tua tersebut dan berangkat ke Gunung Fu Niu. Akhirnya dia menjumpai seekor sapi tua yang sakitnya sangat parah. Niu Lang dengan sabar merawatnya dan memberikannya makan hingga pada hari ke-3, Kesehatan sapi tua tersebut mulai pulih dan mengangkatkan kepalanya. Sapi Tua tersebut kemudian memberitahukan kepada Niu Lang bahwa dia (sapi tua) adalah Dewa Sapi Abu-abu [灰牛大仙] yang tinggal di Alam Dewa (Langit) tetapi karena melanggar aturan Alam Dewa (Langit) sehingga dihukum untuk turun ke alam manusia (bumi ini). Sapi Tua tersebut mengatakan bahwa luka kakinya harus dicuci dengan air yang berisikan ratusan jenis bunga agar dapat sembuh. Niu Lang kemudian menurutinya dan merawat sapi tua tersebut dengan sabar hingga satu bulan. Sapi tua tersebut kemudian sembuh total dan mengikuti Niu Lang pulang ke rumahnya.
Sepulangnya ke rumah, Istri Kakak Niu Lang tetap bertindak kejam terhadapnya. Beberapa kali ingin membunuhnya, tetapi diselamatkan oleh si Sapi Tua. Akhirnya Niu Lang diusir oleh Istri Kakaknya dari rumah dan tidak memperbolehkannya pulang untuk selamanya. Niu Lang bersama dengan Sapi Tua yang diselamatkanya tersebut  kemudian terpaksa harus meninggalkan rumah Kakaknya.
Pada suatu hari, Dewi Penenun (Zhi Nu[织女]) beserta Dewi-dewi lainnya bermain ke alam manusia (bumi). Atas bantuan si Sapi Tua, Niu Lang berhasil berkenalan dengan Zhi Nu dan timbullah rasa cinta diantara mereka berdua. Zhi Nu kemudian diam-diam turun ke alam manusia dan menjadi Istrinya Niu Lang. Zhi Nu juga membawa ulat sutera dari alam dewa dan mengajari manusia memelihara ulat sutera tersebut serta mengajarkan cara mengambil benang dari ulat sutera tersebut. Zhi Nu juga mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menenun Kain Sutera yang baik dan cantik.
Setelah menikah, Niu Lang dan Zhi Nu hidup dengan bahagia, Niu Lang bercocok tanam dan Zhi Nu menenun kain sutera. Mereka memiliki seorang anak putra dan seorang anak putri. Tetapi kebahagian mereka tidak dapat berlangsung dengan lama. Tidak lama kemudian Kaisar Langit di alam Dewa mengetahuinya, Permaisuri Kaisar Langit (Wang Mu Niang-Niang [王母娘娘]) turun ke alam manusia dan memaksa Zhi Nu untuk pulang ke alam dewa.   Sepasang Suami dan Istri yang saling mencintai akhirnya terpaksa harus berpisah.
Niu Lang sangat bimbang dan tidak tahu bagaimana caranya untuk mengejar Istrinya ke alam dewa (langit), tiba-tiba Niu Lang teringat akan kata Sapi Tua bahwa Sandal yang pernah dibuatnya dari kulit Sapi tua tersebut dapat membantunya naik ke langit. Niu Lang kemudian membawa kedua anaknya mengejar Zhi Nu ke langit (alam dewa). Begitu hampir mendekatinya, tiba-tiba Permaisuri Kaisar Langit menciptakan sebuah sungai langit yang luas untuk memisahkan mereka berdua. Niu Lang dan Zhi Nu yang dipisahkan oleh sungai langit tersebut hanya bisa menangis dengan penuh kesedihan. Percintaan Niu Lang dan Zhi Nu ini menyentuh hati puluhan juta burung-burung Murai (Xi Que [喜鹊]) yang kemudian membentuk sebuah Jembatan burung Murai untuk mempertemukan Niu Lang dan Zhi Nu diatas jembatan burung Murai tersebut. Permaisuri Kaisar Langit tidak berdaya melihat kejadian tersebut, akhirnya menyetujui mereka berdua bertemu sekali dalam setahun yaitu setiap malam ke-7 pada bulan 7 menurut penanggalan Imlek.
Oleh karena itu, setiap malam ketujuh (7) bulan tujuh (7), gadis-gadis muda menatap ke langit dan mencari bintang Niu Lang (bintang Altair) dan bintang Zhi Nu (bintang Vega) dengan harapan dapat melihat pertemuan Niu Lang dan Zhi Nu sambil berdoa supaya keterampilan seni mereka dapat sebaik Zhi Nu dan mendapatkan Suami yang setia dan mereka cintai. Dengan demikian tradisi tersebut diadakan secara turun temurun dan akhirnya menjadi suatu Festival yang disebut dengan Festival Qi Xi.
Festival Qi Xi pada tahun 2013 jatuh pada tanggal 13 Agustus 2013.


Sumber

Surat Untuk Tuhan


Seorang bocah sangat ingin melanjutkan sekolah,tetapi orang tuanya tidak mempunyai uang untuk membiayai sekolahnya. Lagipula ibunya yang sedang sakit membutuhkan biaya untuk membeli obat. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada Tuhan :

    Kepada Yth

    Tuhan

    di Surga

    Tuhan yang baik, saya mau melanjutkan sekolah, tapi orang tua saya tidak punya uang. Ibu saya juga sedang sakit, mau beli obat.

    Tuhan saya butuh uang Rp 20.000 utk beli obat ibu, Rp 20.000 untuk membayar uang sekolah,Rp 10.000 untuk membayar uang seragam,dan uang buku Rp 10.000.

    Jadi semuanya Rp 60.000

    Terima kasih Tuhan, saya tunggu kiriman uangnya.

    Dari : Joe Taslim


Joe Taslim pun pergi ke kantor pos untuk mengirim suratnya.

Membaca tujuan surat tersebut, petugas kantor pos merasa iba melihat Joe Taslim, sehingga tidak tega mengembalikan suratnya. Bingung mau di kemanain surat itu, akhirnya petugas pos itu menyerahkannya ke kantor polisi terdekat.

Membaca isi surat itu, Komandan polisi merasa iba dan tergerak hatinya utk menceritakan hal tsb kepada anak buahnya. Walhasil, para polisi pun mengumpulkan dana utk di berikan ke Joe Taslim, tetapi dana yang terkumpul hanya Rp 55.000,-

Sang Komandan pun memasukan uang yang terkumpul ke dalam amplop, menuliskan keterangan : ” Dari Tuhan di Surga ” dan menyerahkan ke anak buahnya utk dikembalikan ke Joe Taslim.

Menerima uang tsb, Joe Taslim merasa sangat senang permintaannya terkabul, walaupun yang di terima hanya Rp 55.000,-.

Joe Taslim pun bergegas mengambil kertas dan pensil, dan mulai menulis surat lagi :

TERIMA KASIH TUHAN, TAPI LAIN KALI KALO MAU KIRIM UANG, JANGAN LEWAT POLISI, KARENA KALO LEWAT POLISI DI POTONG RP 5.000,-


Hinaan Membawa Berkah


Suatu hari, anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke kantor berlantai 7 di suatu perguruan tinggi ; ketika dia memanggul buku-buku tersebut menunggu di lift, seorang satpam yang berusia 50-an menghampirinya dan berkata : “Lift ini untuk profesor dan dosen, lainnya tidak diperkenankan memakai lift ini, kau harus lewat tangga!”

Anak muda memberian penjelasan pada satpam itu :

“Saya hanya ingin mengantar buku semobil ini ke kantor lantai 7, ini kan buku pesanan kampus ini !”

Namun, dengan beringas satpam itu berkata :

“Saya bilang tidak boleh ya tidak boleh, kau bukan profesor atau pun dosen, tidak boleh menggunakan lift ini!

Kedua orang itu berdebat cukup lama di depan pintu lift, tapi, satpam tetap bersikeras tidak mau mengalah. Dalam benak anak muda itu berpikir, jika hendak mengangkut habis buku semobil penuh ini, paling tidak harus bolak-balik 20 kali lebih ke lantai 7, ini akan sangat melelahkan!

Kemudian, anak muda itu tidak dapat menahan lagi satpam yang menyusahkan ini, lantas begitu pikirannya terlintas, ia memindahkan tumpukan buku-buku itu ke sudut aula, kemudian pergi begitu saja.

Setelah itu, anak muda menjelaskan peristiwa yang dialaminya kepada bos, dan bos bisa memakluminya,sekaligus juga mengajukan surat pengunduran diri pada bosnya, dan segera setelah itu ia pergi ke toko buku membeli bahan pelajaran sekolah SMU dan buku referensi, sambil meneteskan air mata ia bersumpah, saya harus bekerja keras, harus bisa lulus masuk ke perguruan tinggi, saya tidak akan membiarkan dilecehkan orang lagi.

Selama 6 bulan menjelang ujian, anak muda ini belajar selama 14 jam setiap hari, sebab ia sadar, waktunya sudah tidak banyak, ia tidak bisa lagi mundur, saat ia bermalas-malasan, dalam benaknya selalu terbayang akan hinaan security yang tidak mngizinkannya memakai lift, membayangkan diskriminasi ini, ia segera memacu semangatnya, dan melipatkan gandakan kerja kerasnya.

Belakangan, anak muda ini akhirnya berhasil lulus masuk ke salah satu lembaga ilmu kedokteran. Dan kini, selama 20 tahun lebih telah berlalu, sang anak muda akhirnya berhasil menjadi seorang dokter klinik.

Sang dokter merenung sejenak, ketika itu, jika bukan karena security yang sengaja mempersulitya, bagaimana mungkin ia menyeka air matanya dari hinaan itu, dan berdiri dengan berani ?

Dia telah berhutang budi pada security yang menghinanya !


Tradisi Pemujaan Dewa Dapur

Berdasarkan adat resam rakyat China, setiap keluarga pada hari yang ke-23 bagi bulan ke-12 mengikut kalendar China akan mengadakan upacara untuk memuja dewa dapur dan juga dari hari inilah bermulanya sambutan perayaan Tahun Baru China.
Antara dewa-dewi dalam riwayat rakyat China, dewa dapur ialah dewa yang paling bersejarah. Sejak lebih 2000 tahun yang lalu, penduduk China telah mempunyai tradisi untuk memuja dewa dapur.
Khabarnya, dewa dapur ialah dewa yang menjaga dapur dan juga mengawasi tingkah laku semua ahli keluarga. Dewa dapur juga dipuja sebagai dewa penjaga sesebuah keluarga. 


Pada masa lampau, semua keluarga akan menempatkan papan pemujaan dewa dapur di dapur untuk disembah, manakala, gambar dewa dapur juga akan digantung pada dinding dapur. Pada gambar dewa itu terdapat tulisan yang berbunyi "Dewa Pengawas Dunia" ataupun "Ketua Keluarga". Menurut riwayat rakyat China, semasa penghujung sesuatu tahun, dewa dapur akan naik ke syurga untuk melaporkan kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan oleh keluarga yang diawasinya dalam sepanjang tahun itu kepada dewa tertinggi di syurga. Maka, dewa tertinggi akan memutuskan nasib keluarga itu pada tahun yang akan datang berdasarkan laporan dewa dapur itu. Oleh sebab dewa dapur naik ke syurga pada setiap hari yang ke-23 bagi bulan 12 mengikut kalendar China, jadi upacara pemujaan dewa dapur juga diadakan pada hari itu. 


Pada hari upacara pemujaan dewa dapur itu diadakan, semua ahli keluarga akan berkumpul di dapur pada waktu senja. Mereka akan menghidangkan makanan di depan gambar dewa dapur dan membakar colok untuk memberi penghormatan kepada dewa dapur. Antara makanan yang mesti dihidangkan kepada dewa dapur ialah "tang gua", sejenis gula-gula yang sangat melekit. Kononnya, dewa dapur sangat suka makan gula-gula itu, setelah dewa dapur memakan gula-gula itu, mulutnya akan melekat. Jadi, apabila dewa itu naik ke syurg, dewa itu tidak dapat memperkatakan keburukan keluarga itu. Selepas upacara pemujaan yang ringkas, gambar dewa dapur akan dibakar supaya dewa dapur dapat naik ke syurga bersama-sama asap melalui cerobong dapur. Kemudian, pada malam sebelum Tahun Baru China iaitu hari terakhir bagi sesuatu tahun, semua ahli keluarga akan mengadakan upacara menyambut kekembalian dewa dapur dan menggantungkan gambar dewa dapur yang baru pada dinding dapur. Oleh yang demikian, dewa dapur yang baru dapat kembali ke dunia manusia bagi meneruskan tugasnya untuk menjaga keluarga itu. 





Menurut adat resam rakyat China, hari pemujaan dewa dapur juga dianggap sebagai permulaan bagi perayaan Tahun Baru China dan suasana seri perayaan juga semakin terserlah. Di sini, saya akan perkenalkan satu pepatah adat yang membayangkan cara penduduk China menyambut Tahun Baru China. Pepatah itu mengenai tata cara persiapan untuk menyambut ketibaan Tahun Baru China. Pepatah itu berbunyi: tujuh hari sebelum Tahun Baru China menyediakan "tang gua" untuk dewa dapur, enam hari sebelumnya membersihkan rumah, lima hari sebelumnya membuat tauhu, empat hari sebelumnya membeli daging, tiga hari sebelumnya menyembelih ayam, dua hari sebelumnya menguli tepung, sehari sebelumnya membeli minuman keras dan pada malam menjelang ketibaan Tahun Baru China, semua ahli keluarga akan membuat "Jiaozi" iaitu "Chinese dumpling" untuk dijadikan hidangan dan dimakan bersama-sama.

 

Kini istiadat pemujaan dewa dapur itu tidak lagi diamalkan oleh penduduk di bandar, sebaliknya penduduk di kawasan desa masih memegang istiadat itu. Walau bagaimanapun, hari ke-23 bagi bulan ke-12 kalendar China telah menjadi tanda permulaan sambutan perayaan Tahun Baru China.



DEWA PERJODOHAN ( YUE XIA LAO REN, YIN YAN LAO REN )






Yue Xia Lao Ren seringkali disebut Yue Leo Gong (Gwat Loo Kong -Hokkian) yang berarti "orang tua dari bulan". Tugas dewa ini adalah mengurus segala sesuatu yang berkenaan dengan peijodohan. Kelenteng pemujaan Yue Lao Gong yang paling terkenal di Taiwan adalah di Guan Yin Ding.
Kabarnya, pria dan wanita yang berpacaran sering bersembahyang di altamya. Kalau asap hio yang di tancapkan di situ bersatu dan naik bersama - sama, maka kedua pasangan ini boleh menjadi suami istri, tetapi bila asap hio tersebut berpencar, hubungan mereka tidak boleh berlanjut, sebab akan berakhir dengan sia - sia.
Kalau pasangan itu menikah, mereka sebaiknya bersembahyang di depan altarnya dengan membawa kain
merah agar Yue Lao Gong mengikat jodoh mereka.
Hari ulang tahun Yue Lao Gong diperingati pada tanggal 15 bulan 8 Imlik (Pek Gwee Cap Go).
Menurut para ahli sejarah, pemujaan Yue Xia Lao Ren, dimulai pada jaman Dinasti Tang. Dikisahkan pada tahun Zhen-guan ke 2 (628 Masehi), seorang terpelajar, Wei Gu, dalam penggembaraannya sampai di kota Song-cheng. Ia memang gemar melakukan perjalanan untuk memperdalam ilmu sastranya dan sekaligus mencari jodoh.
Suatu ketika ia melihat seorang tua sedang duduk membaca buku, di bawah sinar bulan purnama, huruf dalam buku itu tampak aneh sekali dan belum pernah dilihat. Ketika Wei Gu menanyakan siapa sesungguhnya dia, si tua menjawab bahwa ia bukan berasal dari dunia manusia dan tugasnya adalah merangkapkan jodoh antara pria dan wanita di kaiangan manusia, sedangkan buku yang dibawanya adalah buku yang mencatat perjodohan itu. Lalu si tua mengeluarkan seutas benang merah sambil berkata: "Pria dan wanita yang kakinya telah terikat dengan benang ini akan menjadi suami isteri selama-lamanya."
Ketika menanyakan siapa calon isterinya dan dimana dia sekarang berada, si tua menjawab bahwa wanita calon isteri Wei Gu saat itu masih berusia 3 tahun, mereka akan menikah 14 tahun kemudian.
"Kalau kau ingin melihat calon isterimu ikutlah dengan aku" kata si tua kemudian. Mereka kemudian berjalan kembali ke kota Song-chen dan memasuki sebuah pasar. Disana mereka melihat seorang wanita yang matanya buta sebelah, sedang menjual sayuran, sambil menggendong seorang bocah perempuan berusia 3 tahun. Melihat itu, We Gu jadi naik pitam. Betapa tidak. Ia dari keluarga berada, bagaimana dapat berjodoh dengan seorang wanita anak penjual sayur yang miskin. "Kalau memang dia calon jsteriku, akan kubunuh", katanya. "Semua ini telah ditentukan oleh takdir, anda tak akan berhasil membunuhnya," kata si orang tua aneh, yang kemudian lenyap. Sampai di rumah, Wei Gu mengupah seorang abdinya untuk membunuh anak perempuan penjual sayuran itu. Tergiur akan hadiah yang dijanjikan sang abdi melakukan perintah tuannya. Dia berhasil menusuk anak perempuan itu, tapi tentang hidup atau matinya ia sendiri tak dapat memastikan. Tapi dalam hatinya Wei Gu merasakan penyesalan atas perbuatannya. Untuk melupakan peristiwa itu, ia lalu meninggalkan kota Song-cheng.
Setelah itu Wei Gu telah berusaha beberapa kali meminang gadis dari keluarga terkemuka, tapi ia tetap gagal. Sampai akhirnya ia berhasil memperoleh jabatan di kota Xiang-zhou, ia telah berusia 30 tahun dan tetap membujang. Gubernur Xiang-xhou mempunyai seorang putri yang cantik. Ia terkesan akan pribadi Wei Gu, dan bermaksud menjodohkan dengan putrinya itu.
Mendengar ini Wei Gu girang buka buatan, karena calon isterinya ini tidak saja cantik tapi juga dar
keluarga pejabat tinggi,
Setelah menikah, Wei Gu merasa heran sebab isterinya tidak pernah melepaskan kain penutup pundaknya. Ketika didesak, akhirnya sang isteri mengaku bahwa sesungguhnya ia menyembunyikan bekas luka di pundaknya. Sesungguhnya ia adalah putri wedana dari kota Song cheng. Pada waktu berusia 3 tahun ayahnya meninggal dan ibunya menyusul tak lama kemudian.
Kemudian ia dirawat oleh babu susu nya, sambil berjualan sayur di pasar. Pada waktu itu, tanpa tahu sebab musababnya seorang lelaki berusaha membunuhnya, tapi ia selama hanya pundaknya saja yang terluka. Kemudian pamannya yang sekarang menjadi gubernur Xiang-zhou mengambilnya dan memungut nya sebagai anak .
Mendengar kisah ini Wei Gu jadi terperanjat Ketika ditanyakan apakah babu susunya yang berjualan sayur itu
mempunyai mata sebelah, sang isteri mengiakan.
Begitu juga ketika dicocokkan tanggal peristiwa itu terjadi. Tak pelak lagi isterinya ini adalah bocah perempuan yang disuruhnya untuk dibunuh 14 tahun yang lalu di pasar sayur kota Song-cheng. Dalam penyesalannya Wei Gu lalu menceritakan ikhwalnya mulai dari pertemuannya dengan orang tua aneh di bawah sinar bulan yang kemudian disebutnya sebagai Yue Xia Lao Ren sampai ia menyuruh abdinya untuk membunuh bocah perempuan anak penjual sayur bermata sebelah yang sekarang menjadi isterinya.
Mereka sekarang baru yakin bahwa Yue Xia Lao Ren telah merangkap jodoh mereka, lalu mengadakan sembahyang untuk mengucapkan terima kasih.
Kisah ini kemudian beredar dari jaman ke jaman, dan Yue Xia Lao Ren kemudian dipuja sebagai Dewa yang mengatur perjodohan.

Pemujaannya kemudian tersebar luas ke seluruh negara. Di Tiongkok daratan hampir tiap kota terdapat kelenteng untuk memuja Yue Lao Gong ini, dan yang paling terkenal adalah yang terdapat di kota Hang-zhou.
Yin Yan Lao Ren juga disebut Yin Yan Gong. Ia khusus mengurus buku yang memuat peijodohan. Pria dan wanita yang telah tercatat di dalam buku itu boleh menjadi suami istri. Di Kelenteng Tian Hou Gong (Tainan) terdapat pemudjaan untuk dewa ini hari lahirnya adalah Pek Gwee Cap Go ( Sembahyang Tiong jiu) 


Airmata Putri Meng Jiang meruntuhkan Tembok Raksasa


Putri Meng Jiang dikabarkan pernah hidup pada 2.200 tahun yang lalu semasa dinasti Qin. Keberadaannya telah menjadi legenda dimasyarakat hingga kini, berikut kisahnya :
Sebuah keluarga yang bermarga Meng suatu ketika menanam labu manis disepanjang pagar rumahnya. Tumbuhan tersebut tumbuh dengan pesat dan merambat melewati pagar pembatas yang bersebelahan dengan keluarga bermarga Jiang. Sebuah labu manis besar tumbuh didekat pagar tersebut, saat keluarga Meng membelah labu itu, tiba-tiba muncul seorang gadis cilik dari dalam labu.
Gadis cilik ini kemudian bernama putri Meng Jiang. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik laksana dewi kayangan, dia juga terkenal ramah dan cerdas, piawai dalam membuat puisi dan bermain musik serta mendalami nilai-nilai Konfusius. Pasangan tua Meng memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.
Kaisar pertama dinasti Qin sangat kejam dan lalim. Demi mempertahankan keutuhan dinasti yang baru tumbuh ini, dia memerintahkan ratusan pemuda bekerja sebagai budak untuk membangun Tembok Besar disisi utara tanpa memperdulikan keselamatan jiwa mereka. Banyak pemuda yang meninggal karena kelelahan.
Tersebutlah seorang pelajar bernama Wan Xiliang yang melarikan diri dari rumahnya untuk menghindari kerja paksa tersebut, dia bersembunyi dihalaman belakang keluarga Meng. Tanpa sengaja Putri Meng Jiang menemukannya, dan memberitahu ayahnya. Ayah putri Meng adalah orang yang berhati baik, beliau memutuskan untuk menolong Wan menghindar dari pemerintah.
Selama dalam persembunyiannya dirumah Meng, keluarga Meng akhirnya mengenal dan menyadari bahwa Wan Xiliang adalah seorang pelajar yang cerdas dan baik budi, sehingga mereka menjodohkannya dengan puri Meng Jiang.
Tiga hari setelah perkawinan secara sembunyi-sembunyi mereka, sekelompok petugas pemerintah menggeledah rumah keluarga Meng dan membawa pergi Wan Xiliang. Putri Meng Jiang tahu kalau suaminya akan dijadikan budak pembangunan Tembok Besar. Setahun lamanya dia menunggu, airmata seringkali membasahi bantalnya. Namun tak ada kabar berita dari sang suami. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari suaminya. Namun seberapa jauhkah Tembok Besar itu ? Setelah berjalan kaki berhari-hari lamanya, putri Meng Jiang bertanya kepada seorang kakek tua. Kakek itu menjawab, “Ada suatu tempat yang sangat jauh bernama propinsi You ; Tembok Besar itu ada jauh disebelah utaranya.”
Selama dalam perjalanan putri Meng Jiang mengalami banyak penderitaan. Dia berjalan seharian dan bermalam dimanapun dia berhenti. Dia makan roti dingin dan minum air dari sungai yang dia jumpai. Seringkali dia kelelahan dan kedinginan, namun dia tetap melanjutkan perjalanan, tak peduli hujan dan terik mentari, tanah lapang ataupun pegunungan berbatu. Seringkali dia dibantu oleh beberapa keluarga yang ditemui selama perjalanannya.
Akhirnya putri Meng Jiang tiba di Tembok Besar pada suatu hari musim gugur yang dingin. Hatinya tersayat saat melihat para pekerja membawa muatan yang berat dibawah pengawasan penjaga. Dia lalu bertanya kepada orang-orang dimana suaminya Wan Xiliang berada, namun yang didapat hanyalah kabar suaminya telah meninggal beberapa hari setelah ditangkap. Tubuhnya dikubur dibawah Tembok Besar.
Seketika putri Meng Jiang terguncang oleh kesedihan yang teramat dalam ; dia menangis dan menangis diatas Tembok Besar tersebut, airmatanya mengalir bagaikan sungai. Dia memukul-mukul Tembok Besar itu, menyesali kematian suami dan takdir dirinya. Tangisannya membuat trenyuh para pekerja dan penjaga, sehingga menghentikan pekerjaan mereka dan ikut mencucurkan airmata bersamanya. Langit menjadi gelap dan angin dingin musim gugur menjadi lebih menyengat seperti ikut berduka.
Tiba-tiba sebuah dentuman keras memecah keheningan, sebagian Tembok Besar runtuh, memperlihatkan sisa-sisa tubuh pekerja yang terkubur dibawahnya. Melihat tulang belulang itu, putri Meng Jiang berpikir bagaimana dia dapat mengenali milik suaminya. Kemudian dia teringat perkataan orang kuno bahwa tulang orang yang meninggal hanya dapat menyerap darah anggota keluarganya. Dia lalu menggores ujung jarinya dan membiarkan darahnya jatuh mengucuri tulang belulang itu. Akhirnya dia menemukan tulang belulang suaminya, lagipula dia mengenali kancing baju yang pernah dia jahit untuknya. Putri Meng Jiang mengubur mayat suaminya menurut ritual layaknya sorang istri yang sangat mencintai suaminya.
Menurut legenda, bagian Tembok Besar yang runtuh akibat airmata putri Meng Jiang tidak pernah dibangun lagi (jika dibangun kembali akan segera runtuh). Kisah putri Meng Jiang menjadikan dirinya sebagai sosok yang sangat dihormati oleh masyarakat Tiongkok dari generasi ke generasi. Kuil persembahan putri Meng Jiang berdiri pertama kali pada waktu dinasti Song, kira-kira 1000 tahun yang lalu, terus terpelihara dan disembah dari permulaan berdirinya Tembok Besar hingga hari ini didaerah Timur.


Dasar Orang Gila



Pada suatu hari di tengah siang bolong, si Memet nongkrong di pos ronda sambil menghisap sebatang rokok. Lagi-asyik-asyiknya merokok sambil menghayal tiba-tiba ada orang gila yang melintas di depannya.

"Wow....! Sangar banget tuh orang gila.... Bawa-bawa clurit segala...." gumam Memet dalam hati.

Sesaat kemudian timbullah keisengan si Memet.

"Pak haji....... Mau pergi kemana ? Ke kebon yah ?" tanya Memet ke Orgil itu.

Mendengar ucapan si Memet, Orang Gila itu berhenti dan menatap si Memet dengan pandangan dalam lalu berjalan mendekati si Memet.

Melihat gelagat yang kurang baik, si Memet bersiap-siap meninggalkan tempat duduknya. Namun tiba-tiba si Orang Gila berlari kearahnya. Si Memet pun kontan saja dengan sigap berlari terbirit-birit, tunggang-langgang, lintang-pukang. Orang Gila itu pun mengejarnya dengan semangat. Kejar-kejaran pun terjadi......

Sial bagi si Memet....., dia salah memilih arah. Dia malah berlari menuju jalan yang terhalang tembok tinggi.

"Alamak.....! Jalan buntu ! Mati gue....! Habis Riwayat gue....! Kenapa juga gue tadi pake ngajak ngomong orang gila itu...." Memet ngomel sendiri.

Si Orang Gila sudah tepat berada di belakang si Memet. Sambil tertawa-tawa, orang gila itu berkata, "Hahahaha..... Kena juga lo ! Mau lari kemana lagi.....".

Memet hanya terdiam dengan wajah yang pucat pasi. Sesaat kemudian, si Orang Gila berkata lagi.....

"Nih...., lo ambil clurit ini...... Gantian dong gue yang lari, elo yang ngejar gue yak......."

"Alhamdulillah....., gue gak jadi mati.... Dasar orang gila !!!"kata Memet dalam hati dan membiarkan si Orang Gila lari sendiri, lalu si Memet lari juga ke arah yang berlawanan.