Asal usul Cap Go Meh dengan
tradisi pasang lampionnya pun juga Konon dimulai pada tahun 180 Sebelum
Masehi, disaat Dinasti Han Barat Kaisar Han Wendi naik takhta pada
tanggal 15 bulan pertama Imlek.
Perayaan 元宵節 Yuan Xiao Jie, di
Indonesia dikenal dengan sebutan Perayaan Cap Go Me, diperingati pada
tanggal 15 bulan 1 Imlek merupakan penutup dalam rangkaian perayaan
menyambut Sin Cia (Tahun Baru Imlek).. Cap Go Me berasal dari bahasa
Mandarin dialek Hok Kian. Mandarin : 十五晚 Shi Wu Wan, Hok Kian : Cap Go
Me, yang berarti malam hari pada tanggal 15 bulan 1 Imlek. Di Tiongkok
perayaan ini dikenal dengan nama 元宵節 Yuan Xiao Jie. Di Malaysia &
sekitarnya menyebut Cap Go Me sebagai Hari Kasih Sayang China atau
Valentine China.
Cara merayakan Cap Go Me ini berbeda di setiap negara. Di Malaysia:
Perempuan yang belum menikah melemparkan jeruk di pinggir kali memohon
agar cepat dapat jodoh. Jika laki-laki yang belum mendapat jodoh
melemparkan apel ke pinggir kali. Kebiasaan ini tampaknya tidak ada di
negara kita. Namun perayaan Cap Go Me dirayakan dengan sangat meriah di
beberapa daerah di Indonesia. Salah satu perayaan yang sangat meriah
dilangsungkan di Singkawang, Kalimantan Barat, di mana event Cap Go Me
ini sudah masuk dalam kalender rutin kegiatan daerah. Selain diramaikan
oleh atraksi Liong, Barongsai, dan Gotong Toa Pe Kong, perhelatan juga
diisi oleh para tatung yang mempertontonkan kekuatan tubuhnya terhadap
berbagai senjata tajam. Benar-benar meriah & ramai. Ini merupakan
salah satu keunikan yang ada di negara kita, dan memperkaya
keanekaragaman budaya di Indonesia.
Di Negara asalnya Tiongkok, perayaan Cap Go Me terkenal dengan
sebutan元宵節 Yuan Xiao Jie {Hok Kian : Gwan Siao}. Perayaan ini pernah
dilakukan secara besar-besaran di masa Dinasti Tong [618 – 907 M] saat
pemerintahan Kaisar Tong Kwee Cong (710 – 712 M). Kaisar ketika itu
membuat ratusan pohon tinggi untuk dipasangi 50.000 buah lilin. Pohon
ini belakangan dikenal dengan sebutan Go San. Pada setiap perayaan Cap
Go Me, Kaisar selalu mempersilakan masyarakat ke istana sambil membawa
lampion. Ini sulit terjadi jika bukan karena perayaan Cap Go Me. Rakyat
berbondong-bondong masuk ke istana untuk minta berkah keselamatan &
panjang umur.
Dalam Taoisme perayaan Cap Go Me ini disebut Shang Yuan untuk
memperingati Se Jit (hari lahir) salah satu dari Maha Dewa 三關大帝 San Guan
Da Di {Hok Kian = Sam Kwan Tay Te} yaitu Tian Guan. Pada hari ini
mereka mengharap berkah dari Tian Guan (Shang Yuan Tian Guan Ci Fu).
Sebutan untuk Maha Dewa 三關大帝 San Guan Da Di {Sam Kwan Tay Te} ada bermacam-macam :
Pertama, sebutan 三元 San Yuan {Hok Kian = Sam Gwan}. Sebutan ini menunjukkan waktu tiga Kaisar Kuno turun ke dunia, yaitu :
Cia Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 1 Imlek) = Shang Yuan {Hok Kian = Siang Gwan}
Cit Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 7 Imlek) = Zhong Yuan {Hok Kian = Tiong Gwan}
Cap Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 10 Imlek) = Xia Yuan {Hok Kian = He Gwan}
Kedua, adalah 三元公 San Yuan Gong {Sam Gwan Kong}. Ini adalah sebutan
penuh penghormatan kepada 3 orang Kaisar Kuno yang terkenal yaitu :
Kaisar 堯 Yao {Hok Kian = Giauw}, Kaisar 舜 Shun {Sun}, dan Kaisar 禹 Yu
{Ie}.
Kaisar Yao [ 2357 SM – 2258 SM ] adalah seorang Kaisar yang terkenal
karena kesederhanaannya & amat memperhatikan kepentingan rakyat.
Konon tempat tinggal beliau bukanlah sebuah istana yang gemerlapan
seperti umumnya seorang raja, tetapi beliau lebih menyukai tinggal di
sebuah rumah sederhana yang beratap rumbia & tiangnya terdiri dari
kayu hutan biasa, tanpa dicat. Makannya adalah beras kasar dengan
sayur-sayuran sederhana & minumnya hanyalah dari sumber air di
gunung. Pakaian yang dikenakannya hanya terdiri dari kain kasar, bila
cuaca dingin ditambah dengan mantel dari kulit rusa.
Jika rakyatnya ada yang tertimpa kelaparan, Kaisar Yao berkata : “Akulah
yang menyebabkan kalian lapar”. Bila ada rakyatnya yang kedinginan
karena tidak memiliki pakaian cukup, Kaisar Yao akan berkata : “Akulah
yang menyebabkan kalian tidak dapat berpakaian cukup”, & bila di
dalam negerinya ada seorang yang berbuat kesalahan, Kaisar Yao akan
berkata : “Akulah yang menyebabkan kalian sampai terjerumus ke dalam
lembah kejahatan”. Demikian bajiknya Kaisar Yao, sampai semua kesalahan
& kesengsaraan rakyat dianggap adalah tanggung jawabnya sendiri.
Oleh karena itulah pada masa pemerintahannya yang hampir 100 (seratus)
tahun lamanya ini, walaupun ada bencana kekeringan yang hebat &
banjir yang dahsyat, rakyat tidak pernah menggerutu & tetap
mencintainya. Karena kebajikannya inilah, konon dalam istananya yaitu
rumah sederhana yang beratap rumbia, sering muncul gejala alam yang
merupakan pertanda baik, seperti munculnya Burung Hong yang bertengger
di atap, rumput yang disediakan untuk kuda mendadak berubah menjadi
padi, dan lain-lain.
Selain dirinya adalah seorang Kaisar yang bijaksana, Kaisar Yao juga
dibantu oleh sejumlah menteri yang benar-benar cakap. Salah satunya ada
seorang menteri yang pandai yaitu Shun, yang menjabat sebagai Menteri
Pendidikan. Ketika mengundurkan diri dari tahta, Kaisar Yao memilih Shun
sebagai penggantinya. Kaisar Yao tidak mewariskan kedudukannya kepada
putranya, karena sang putra dianggap tidak mampu.
Tak lama setelah melahirkan Shun, ibu Shun meninggal dunia. Lalu ayah
Shun menikah lagi. Istri baru ini melahirkan Xiang, adik tiri Shun. Ayah
Shun amat sayang kepada istri kedua & anaknya, Xiang, tapi Shun
ditelantarkan & dibiarkan mengerjakan pekerjaan yang berat. Ibu
tirinya seringkali memukul Shun, bahkan sering berusaha menganiaya Shun
sampai mati, tapi Shun tetap taat & berbakti kepada kedua
orangtuanya.
Akhirnya karena deritanya sudah tak tertahankan, Shun melarikan diri
dari rumahnya & tinggal di sebuah gubuk reyot di kaki gunung Li
Shan. Di sana ia seorang diri bercocok tanam. Karena pribadinya yang
baik & rajin ini, seekor gajah putih & burung-burung pun datang
membantu.
Shun seringkali mengajar para petani sekitar tempat itu bagaimana cara
bercocok tanam, menangkap ikan, & membuat perabot rumah tangga dari
tanah liat, sehingga mereka amat mencintai Shun. Kemudian para petani
& perajin tanah liat dari tempat lain datang & bertempat tinggal
di situ. Maka lama kelamaan tempat itu berubah menjadi sebuah desa
kecil yang ramai. Setahun kemudian desa kecil tersebut berubah menjadi
sebuah kota kecil, & 3 tahun kemudian berkembang menjadi sebuah
kabupaten.
Pada saat itu Kaisar Yao sedang mencari orang yang bijaksana untuk
menjadi pembantunya. Karena tertarik oleh kepribadian Shun, maka Kaisar
Yao mengangkat Shun menjadi menantunya. Walaupun telah menjadi menantu
Raja, Shun tidak melupakan ayahanda & ibu tirinya. Shun tidak
mendendam kepada mereka, walaupun dulu mereka memperlakukan Shun amat
keterlaluan. Bakti Shun terhadap orangtua tetap tidak berubah, meskipun
sekarang ia hidup berkecukupan.
Karena iri hati melihat kehidupan Shun, adik tiri & ibu tirinya
berkali-kali berusaha membunuh Shun, tetapi usaha mereka gagal. Tiap
kali pula Shun memaafkan mereka, & sama sekali tidak menaruh dendam.
Karena pribadi yang luhur inilah akhirnya Kaisar Yao mewariskan
tahtanya & mengangkat Shun sebagai Kaisar yang baru. Setelah naik
tahtapun, Kaisar Shun tidak lupa mengunjungi kedua orangtuanya seperti
sedia kala.
Pada masa pemerintahan Kaisar Shun [ 2225 SM – 2208 SM ], beliau bekerja
keras untuk menyejahterakan rakyatnya. Kaisar Shun amat mencintai
kesenian. Beliau banyak menciptakan alat musik, a.l. : Sheng (alat musik
Tionghoa yang terdiri dari 13 batang pipa bambu yang panjang &
pendeknya tidak sama), kecapi yang mempunyai 23 senar, & alat musik
halus lainnya. Musik gubahannya disebut Xiao Shao. Konon jika konser
Xiao Shao ini dimainkan, mendengar suara merdu ini sampai-sampai burung
Feng Huang {Hong Hong} datang di atasnya & menari-nari.
Pada waktu Nabi Khong Hu Cu mendengar musik ini, tiada henti-hentinya
memuji & berkata bahwa gubahan irama Xiao Shao amat indah &
arif. Jika dibandingkan dengan irama Wu (gubahan Zhou Wu Wang dari
Dinasti Zhou), walaupun indah tetapi masih kurang arif. Xiao Shao lebih
membuat orang terharu. Jika dalam keadaan sendiri, Kaisar Shun gemar
memetik kecapi bersenar 5, sambil mendendangkan lagu gubahannya yang
disebut Nan Feng (Angin Selatan).
Pada masa pemerintahan Kaisar Shun terjadi bencana banjir yang dahsyat.
Banyak rakyat yang tewas & kehilangan tempat tinggal. Kaisar Shun
amat sedih memikirkan penderitaan rakyatnya.
Akhirnya muncullah Yu, seorang gagah berani yang berhasil menanggulangi
banjir besar itu. Kaisar Shun sangat kagum akan kemampuan Yu
mengorganisir pekerjaan raksasa itu. Yu berada pada posisi terdepan
dalam memimpin rakyat 9 propinsi yang terkena musibah. Dengan membawa
sekop berujung garpu ia menerjang badai & hujan, dengan gagah berani
ia membuat saluran & mengeruk dasar sungai, sampai akhirnya banjir
itu surut. Selama 13 (tiga belas) tahun ia berjuang keras mengatasi
banjir, 3 X ia melewati depan rumahnya tanpa mampir ataupun menengok,
karena khawatir menelantarkan tugasnya.
Atas pengorbanan Yu yang besar kepada rakyat ini, Kaisar Shun lalu
mewariskan tahta kepadanya. Yu adalah lambang kebijaksanaan &
pengorbanan tanpa mengingat kepentingan pribadi.
Kaisar Yu memerintah tahun 2205 SM – 2198 SM. Kaisar Yu mendirikan Dinasti Xia, yang merupakan Dinasti pertama di Tiongkok.
Kaisar Yao, Shun & Yu ini menjadi contoh ideal Kong Zi {Khong Hu
Cu}, Meng Zi {Beng Cu}, dan para ahli filsafat lainnya dalam mengajar
kepada murid-muridnya, dan juga sering digunakan oleh para ahli filsafat
tersebut untuk memberi teladan bagi kaisar-kaisar yang bertahta
kemudian.
Oleh rakyat, Kaisar Yao, Shun & Yu dipuja sebagai Tian Guan, Ti Guan
dan Shui Guan. Mereka bertiga disebut San Yuan Gong dan kelentengnya
banyak tersebar di mana-mana. Mereka dipuja sebagai Dewa yang mengawasi
perbuatan baik buruk manusia dan Dewa pelindung kehidupan.
Ketiga, sebutan 三官 San Guan {Hok Kian = Sam Kwan}. Sebutan ini ditinjau
dari pangkatnya, yaitu: Tian Guan, Di Guan, Shui Guan, yang merupakan
pemberi berkah, pengampunan dosa & pelindung dari bencana &
malapetaka.
Keempat, terkenal dengan sebutan 三官大帝 San Goan Da Di {Hok Kian = Sam
Kwan Tai Te}. Gelar ini diberikan oleh Maha Dewa 元始天尊 Yuan Shi Tian Zun.
Tian Guan diberi gelar Zi Wei Da Di {Hok Kian = Ci Wi Tai Te}.
Di Guan diberi gelar Qing Xu Da Di {Hok Kian = Ching Hi Tai Te}
Shui Guan diberi gelar Dong Xu Da Di {Hok Kian = Thong Hi Tai Te}
Ketiga Da Di ini secara bersama-sama disebut San Guan Da Di.
Arca-arca San Guan Da Di banyak terdapat di dalam kelenteng, baik di
daratan Tiongkok, Hongkong maupun negara-negara di kawasan Asia. Di
Taiwan terutama di Tai Nan ada 3 kelenteng yang khusus menghormati San
Guan Da Di, yaitu San Guan Tang, San Jie Tang & San Guan Da Di Miao.
Di Jawa penghormatan kepada San Guan Da Di, selain di kelenteng Kim Tek
Ie, Jakarta juga terdapat di kelenteng Tiauw Kak Si, Cirebon, &
kelenteng Tay Kak Si, Semarang.
Sumber